TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani mengatakan salah satu penyebab kebakaran hutan dan lahan atau karhutla adalah pembukaan lahan untuk perkebunan. "Api muncul kan tidak mungkin terjadi begitu saja tanpa ada manusia yang membawa api itu," katanya di Jakarta, Sabtu, 21 September 2019.
Dia mengatakan kebakaran hutan sering kali berkaitan dengan aktivitas perkebunan, korporasi dan masyarakat sering membuka lahan dengan cara membakar hutan karena hal tersebut adalah cara paling gampang dan murah. Oleh karena itu, cara berpikir korporasi dan masyarakat harus diubah dan memberikan penegakan hukum kepada siapa saja yang melakukan pembakaran.
Kebakaran lahan juga terjadi karena ada ekosistem gambut yang rusak yang juga disebabkan oleh aktivitas manusia. "Ekosistem gambut rusak karena ada perkebunan baik dari masyarakat mau pun korporasi. Mereka biasanya mengubah gambut dari basah menjadi kering agar bisa ditanam," kata dia.
Sejak 2015 KLHK telah menjatuhkan sanksi baik administratif maupun pidana kepada korporasi yang melanggar aturan tersebut. Pihaknya juga telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum seperti polisi dan pengadilan tinggi negeri untuk menindak pelaku pembakaran hutan.
Beberapa kasus diklaim telah memberikan efek jera kepada pelaku, namun beberapa pelaku yang telah diberikan sanksi pada 2015 masih berani melakukan pembakaran hutan saat ini. Rasio menduga mereka yang kembali melakukan pembakaran hutan karena pengadilan tinggi negeri belum mempunyai pengalaman dalam menangani kasus tersebut.
Dia mengatakan pada 2015 sebanyak 65 perusahaan telah ditetapkan bersalah dalam kasus kebakaran hutan dan lahan. Adapun dari puluhan perusahaan itu hanya tiga perusahaan yang dicabut izinnya, sementara sisanya diberikan sanksi administratif.
ANTARA